Inflasi Sumbar Peringkat Empat Nasional

Posted on 05 00:00:00 Oktober 2016 | by : Administrator | 1819 kali dibaca | Category: Berita Terkini


Laju inflasi Sumbar bulan September masih tinggi, bahkan berada di atas laju inflasi nasional. Secara nasional, inflasi Sumbar tertinggi keempat setelah Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dan Riau. Tingginya laju inflasi Sumbar disebabkan tingginya permintaan dan terganggunya distribusi pasokan. 

”Laju inflasi bulanan Sumbar bulan September 2016, tercatat sebesar 0,64 persen  (mtm). Meskipun sedikit menurun dibandingkanlaju inflasi Agustus 2016 mencapai 0,78 persen (mtm). Namun, secara tahunan dan tahun berjalan, laju inflasi Sumbar mencapai level cukup tinggi. Yakni, masing-masing sebesar 5,10 persen  (yoy) dan 3,17 persen (ytd),” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar Puji Atmoko dalam relisnya yang diterima Padang Ekspres, kemarin.

Ia menyebutkan, laju inflasi Sumbar tersebut baik secara bulanan (mtm), tahunan (yoy) maupun tahun berjalan (ytd) telah berada di atas nasional yaitu masing-masing sebesar 0,22 persen (mtm), 3,07 persen (yoy) dan 1,97 persen (ytd).

Secara spasial, inflasi Sumbar disumbang inflasi Padang dan Bukittinggi masing-masing tercatat sebesar 0,58 persen (mtm) dan 1,11 persen (mtm). Inflasi tersebut menjadikan Padang sebagai kota dengan laju inflasi tertinggi ke-15 dan Bukittinggi kelima sebagai kota dengan inflasi tertinggi secara nasional.

Meningkatnya permintaan selama Idul Adha disertai gangguan pasokan, menjadi pemicu tingginya inflasi Sumbar. Inflasi kelompok bahan pangan bergejolak tercatat sebesar 1,90 persen (mtm), meningkat dibandingkan Agustus 2016 hanya sebesar 1,75 persen (mtm).

Kenaikan harga bahan pangan bergejolak disebabkan meningkatnya permintaan masyarakat sebagai dampak momen Hari Raya Idul Adha dan terganggunya pasokan bahan pangan strategis berasal dari sentra produksi di luar Sumbar.

Cabai merah kembali menjadi komoditas utama penyumbang inflasi di Sumbar. Tingginya curah hujan menjadi penyebab sejumlah sentra produksi cabai merah khususnya di Jawa mengalami gagal panen, sehingga mengakibatkan pasokan komoditas strategis tersebut menjadi berkurang. 

Sementara itu, kelompok barang yang diatur pemerintah tercatat inflasinya sebesar 0,40 persen (mtm), meningkat signifikan dibandingkan bulan Agustus 2016 yang mengalami deflasi sebesar 0,59 persen (mtm).

”Kenaikan harga pada kelompok ini disumbang oleh kenaikan harga rokok baik rokok kretek, rokok kretek filter maupun rokok putih,” ucapnya. Kelangkaan gas elpiji yang sempat terjadi di bulan September 2016, menambah tekanan inflasi pada kelompok ini. 

Sedangkan inflasi kelompok inti tercatat hanya sebesar 0,07 persen (mtm), menurun signifikan dibandingkan Agustus 2016 mencapai 0,96 persen (mtm). 

Kenaikan harga pada kelompok ini disumbang oleh kenaikan harga teri dan kontrak rumah. Gangguan cuaca menyebabkan nelayan sulit melaut, sehingga pasokan teri menjadi berkurang. 

Sementara itu, kenaikan harga kontrak rumah merupakan dampak meningkatnya jumlah mahasiswa baru dari luar Padang seiring  dimulainya tahun ajaran baru. Tekanan inflasi ke depan, menurut dia, diprakirakan masih meningkat. Terutama, disumbangkan kelompok bahan pangan bergejolak. 

Terlebih, tekanan inflasi ke depan diprakirakan berasal dari kenaikan harga bahan pangan seiring prakiraan cuaca BMKG terkait tingkat curah hujan pada level menengah hingga tinggi. (*)

sumber: Padang Ekspres