Enam Strategi Kementerian Pertanian Dalam Regenerasi Petani
Posted on 30 11:27:08 November 2017 | by : Administrator | 4015 kali dibaca | Category: Berita Terkini
Padang, Pembangunan ketahanan pangan merupakan isu strategis dalam pembangunan nasional yang dari hari ke hari semakin besar tantangannya, baik dalam skala global maupun negara kita sendiri.
Di lingkup global, setidaknya terdapat tiga masalah utama yang berkembang. Pertama, Transformasi sistem pertanian yang sesuai dengan kondisi sekarang, Kedua, Permasalahan gizi masyarakat. Ketiga, Ketersediaan lahan dan air.
"Situasi dan tantangan pangan di negara kita juga menjadi agenda wajib yang harus diselesaikan dengan segera. Dari sisi demand misalnya, masalah jumlah pertumbuhan penduduk, kemiskinan, ketergantungan beras dan masalah gizi masih perlu perhatian khusus," kata Agung Hendriadi, Kepala Badan Ketahanan Pangan yang mewakili Menteri Pertanian dalam orasi ilmiah pada dies natalis ke 63 Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Senin (27-11).
Dalam kesempatan ini beliau mendorong PTN agar mendirikan Program Studi Diversifikasi Pangan dan Gizi untuk akselerasi program diversifikasi pangan.
Menurut Agung, dalam mengoptimalkan program pembangunan pertanian, sumber daya manusia mempunyai peranan penting, terutama dalam menyusun perencanaan pembangunan pertanian secara efektif dan efisien.
"Faktor kekuatan Sumber Daya Manusia atau ketenagakerjaanmerupakan unsur yang penting dalam menggerakkan roda pembangunan nasional Indonesia," tegas Agung, didepan civitas akademika dan undangan lainnya.
BPS merilis bahwa angkatan tenaga kerja menurut umur dari tahun 2008 s/d 2017 dilaporkan mengalami peningkatan. Pada tahun 2017, angkatan kerja usia 30-44 tahun mendominasi dengan jumlah 45,8 juta jiwa, disusul usia 45-59 tahun sejumlah 33,3 juta jiwa.
Namun di sisi lain, Penyerapan tenaga kerja pertanian cenderung menurun tajam dan jumlahnya cukup signifikan yaitu 33,51%, disusul perdagangan (22,54%), jasa (16,54%), dan sektor industri (13,12%).
Agung memaparkan bahwa, generasi muda saat ini lebih tertarik ke sektor industri dan jasa karena beberapa faktor, Pertama, Penghasilan tenaga kerja di sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor industri dan jasa; Kedua, lebih menjanjikan jenjang karir yang lebih pasti; Ketiga, Petani tidak ingin generasi penerusnya menjadi petani;
Keempat, banyaknya konversi lahan yang menunjukkan usaha pertanian tidak ekonomis; Kelima, tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan agribisnis, termasuk dari sisi kemampuan manajerial.
"Untuk mengatasi masalah kurangnya minat generasi muda terjun di sektor pertanian, Kementerian Pertanian memiliki 6 strategi agar terjadi regenerasi petani," jelas Agung.
Pertama, melakukan transformasi pendidikan tinggi vokasi pertanian. Enam STPP (Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian) yang tadinya program studinya hanya penyuluhan yaitu penyuluhan pertanian, penyuluhan perkebunan, dan penyuluhan peternakan, akan ditambah program studinya berorientasi agribisnis hortikultura, agribisnis perkebunan, mekanisasi pertanian.
"Dengan demikian, ke depan akan bertambah generasi muda yang disiapkan untuk menjadi petani sekaligus pelaku usaha pertanian," tegas Agung.
Kedua, melakukan inisiasi program penumbuhan wirausahawan muda pertanian yang bekerjasama dengan 16 Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Ketiga, melakukan pelibatan mahasiswa/alumni/pemuda tani untuk mengintensifkan pendampingan/pengawalan program Kementerian Pertanian. Keempat, melakukan penumbuhan kelompok usaha bersama (KUB) yang difokuskan pada bidang pertanian bagi pemuda tani.
Kelima, melakukan pelatihan dan magang bagi pemuda tani dalam bidang pertanian, dan Keenam, melakukan optimalisasi penyuluh untuk mendorong dan menumbuhkembangkan pemuda tani.
Menurut Agung, perguruan tinggi pertanian Indonesia telah berperan dalam pengembangan sumberdaya manusia dan memberikan sumbangan nyata dalam mendukung perkembangan pertanian dan perkembangan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Dalam konteks ini, Agung mengatakan bahwa, Perguruan Tinggi dalam pembangunan pertanian dan perdesaan memiliki peran krusial dalam menghasilkan lulusan yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
"Untuk dapat menjalankan peran tersebut, Perguruan Tinggi harus memiliki daya respon yang tinggi terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga dapat memecahkan masalah-masalahkuantitatif maupun kualitatif," kata Agung.
"Dalam hal ini, Perguruan Tinggi dituntut mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan baik technical, soft skills, maupun emotional dan spiritual skills, sehingga mampu menghadapi tantangan zaman yang senantiasa berubah," urai Agung.
Pada bagian lain Agung, menyampaikan berbagai terobosan kebijakan untuk mewujudkan kedaulatan pangan sekaligus kesejahteraan petani selama 3 tahun terakhir dan telah membuah hasil diantaranya: pengendalian impor dan mendorong ekspor; infrastruktur pertanian meningkat seperti rehabilitasi irigasi (500%), lahan benih unggul (562%), alat mesin pertanian (2000%), dan cetak sawah baru (588%)
Dibandingkan tahun 2014, produksi beberapa bahan pangan strategis meningkat pada tahun 2017, diantaranya: Padi dari 70,8 juta ton menjadi 81,5 juta ton, Jagung meningkat dari 19 juta ton menjadi 26 juta ton, Bawang Merah dari 1,2 juta ton menjadi 1,42 juta ton, aneka cabai 1,915 juta ton menjadi 1,918 juta ton.
"Capaian ini merupakan angka prognosa sementara bulan Oktober dan sangat mungkin dapat bertambah hingga bulan Desember mendatang," kata Agung.
Dijelaskan Agung, produksi protein hewani, produksi daging sapi mengalami peningkatan 5,31%, telur ayam 13,6%, daging ayam 8,8%, dan daging kambing 3,1%; dari sisi kebijakan perberasan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti Inpres 5/2015 tentang HPP gabah/beras, Permendag 57/2017 tentang HET beras, Permentan 31/2017 tentang Kelas Mutu Beras.
"Aturan tata niaga beras ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan petani sekaligus melindungi konsumen," tegas Agung.
Ekspor juga mengalami kenaikan, tercatat bulan Oktober 2017 telah dilakukan ekspor bawang merah dari perbatasan yaitu ke Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) dan Vietnam, dan pada tanggal 20 Oktober 2017 serta ekspor beras ke Malaysia melalui wilayah perbatasan Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
"Kedepannya kita berharap kegiatan ini dapat menjadi penggerak ekonomi dan pendorong ekspor pangan dari daerah lain," kata Agung.
Agung juga memaparkan bahwa, dari sisi kesejahteraan petani yang diindikasikan Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Oktober 2017 meningkat sebesar 102,78 atau naik 0,54 dibandingkan bulan sebelumnya.
Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,49 persen, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) turun sebesar 0,05 persen.
"Dengan melihat capaian produksi dan peningkatan ekspor diatas, tidak menutup kemungkinan visi Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia di tahun 2045 dapat terwujud," jelas Agung.