Panen, Harga Beras Tetap Tinggi

Posted on 24 09:54:08 April 2018 | by : Administrator | 3680 kali dibaca | Category: Artikel


KARAWANG, KOMPAS — Kekhawatiran harga gabah anjlok tidak terbukti. Sebelumnya, kalangan petani khawatir kedatangan 500.000 ton beras impor bakal menekan harga gabah di tingkat petani, setidaknya pada puncak panen pada Maret-April 2018. Namun, harga tetap bertahan di atas harga pembelian pemerintah

(HPP) Rp 3.700 per kilogram (kg) di tingkat petani, bahkan jauh lebih tinggi.

Penelusuran Kompas di sejumlah lokasi panen dan sentra padi pada Rabu-Minggu (18-22/4/2018), harga gabah berkisar Rp 4.300-Rp 4.800 per kg gabah kering panen (GKP). Lokasi itu antara lain di Kabupaten

Karawang, Subang, dan Cirebon (Jawa Barat), Brebes, Tegal, Demak, Kudus, dan Grobogan (Jawa Tengah), Pringsewu, Pesawaran, dan Lampung Selatan (Lampung), serta Sidoarjo, Surabaya, dan Madiun (Jawa Timur).

Panen musim tanam pertama umumnya telah berakhir. Tersisa di sebagian kecil persawahan di

ujung aliran irigasi. Sementara sebagian petani telah memulai musim tanam kedua dengan memanfaatkan hujan yang masih kerap turun.

Tingginya harga gabah juga terekam oleh survei Badan Pusat Statistik (BPS). Survei di 2.350 lokasi transaksi di 30 provinsi di Indonesia, selama Maret 2018,

menunjukkan, rata-rata harga gabah di tingkat petani Rp 4.757 per kg GKP, sementara rata-rata harga beras Rp 9.893 per kg atau di atas HPP beras yang ditetapkan Rp 7.300 per kg.

Data lain, berdasarkan kajian Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) di 23 kabupaten di Jawa dan luar

Jawa pada pertengahan April 2018, harga rata-rata gabah di tingkat produsen Rp 4.319 per kg GKP. Pada bulan yang sama tahun lalu harga rata-rata gabah Rp 3.800 per kg GKP.

Berebut gabah

Harga rata-rata beras medium nasional juga masih relatif tinggi.

Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga beras medium I berkisar Rp 11.850-Rp 12.000 per kg, di atas harga eceran tertinggi (HET) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 tentang

Penetapan HET Beras sebesar Rp 9.450-Rp 10.250 per kg.

Berbeda dengan beberapa musim sebelumnya, hasil panen petani musim ini jauh lebih baik. Sarwa (59), petani di Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat, menyebutkan, hasil panen dari 0,6 hektar sawahnya mencapai 5 ton GKP musim ini. Jauh di atas capaian dua musim sebelumnya yang hanya 0,3-0,4 ton GKP, karena serangan hama.

”Tidak ada serangan wereng dan virus kerdil hampa musim ini. Waktu jual gabah akhir Maret (2018) lalu, harganya relatif tinggi, Rp 4.800 per kg (GKP) di tingkat petani, sehingga ada sisa uang yang lumayan besar dari panen kali ini,” kata Sarwa.

Ramli (57), petani di Desa Rungkang, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, menambahkan, hasil panen dari 2 hektar sawahnya mencapai 9 ton GKP, jauh lebih tinggi daripada musim lalu yang kurang dari 2 ton. Harga jual pun relatif tinggi, Rp 4.500 per kilogram GKP, meskipun Ramli menjual gabah saat mayoritas petani panen.

Baik Sarwa maupun Ramli menilai kehadiran tengkulak dari luar daerah mendongkrak harga di tingkat petani. ”Kemarin ada pembeli dari Cirebon dan Indramayu datang ke lokasi panen di Subang, saya jadi bisa jual Rp 4.500 per kg,” kata Sarwa.

Sejumlah petani di Demak, Kudus, dan Grobogan, Jawa Tengah, berpendapat, baru panen raya tahun ini harga gabah sangat menguntungkan petani. Harga GKP di tingkat petani rata-rata Rp 5.800 per kg, jauh di atas harga gabah saat panen raya tahun lalu, yakni sekitar Rp 3.400 per kg GKP. Tingginya harga gabah bahkan bertahan hingga petani memulai tanam lagi pada awal April 2018.

Mustofa (52), petani di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, menyebutkan, gabah hasil panen dari satu bahu sawahnya dibeli Rp 5.700 per kg GKP, jauh di atas harga jual tahun lalu yang hanya Rp 2.600 per kg. Kustono (58), pedagang dan petani di Kedondong, Kabupaten Demak, menamhahkan, harga gabah di lokasi-lokasi panen di Jawa Tengah masih relatif tinggi, yakni Rp 4.700 per kg.

Sinyal stok

Soal harga beras menjadi perhatian pemerintah. Rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 20 Maret 2018, secara khusus meminta Perum Bulog menurunkan harga beras menjelang Ramadhan (Mei) dan Lebaran (Juni) 2018.

Hanya beberapa hari berselang, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan harapannya agar harga beras turun, khususnya beras medium, mendekati harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 9.450-Rp 10.250 per kg pada awal April 2018. Dia meminta pelaku usaha perdagangan membantu pemerintah mengendalikan harga beras. Namun, harga tak segera turun.

Guru besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, berpendapat, situasi harga ini mengkhawatirkan karena pengalaman tahun-tahun sebelumnya harga pada April-Mei berada di titik terendah. Harga kemudian naik di bulan Juni.

Menurut Andreas, ada beberapa penyebab harga gabah atau beras bertahan tinggi. Pertama, stok beras di akhir tahun 2017 dan awal tahun 2018 sangat tipis sehingga panen kali ini dipakai untuk mengisi stok. Kedua, panen tidak serentak sehingga harga gabah tidak turun terlalu tajam. Ketiga, kualitas gabah relatif baik.

Selain itu, keempat, permintaan beras di perkotaan relatif tinggi sehingga konversi gabah ke beras relatif cepat. Kelima, ada kekhawatiran kelangkaan beras menjelang dan setelah hari raya sehingga banyak petani, terutama di Jawa Barat, menyimpan sebagian besar gabah mereka.

Kepala Biro Harga dan Analisa Pasar Bulog tahun 1976-1982, Sapuan Gafar, berpendapat, tingginya harga gabah saat panen raya merupakan indikasi bahwa stok beras kurang. Pemerintah perlu mewaspadai ketersediaan stok beras nasional beberapa bulan ke depan, khususnya pada masa paceklik di akhir dan awal tahun.

Menurut Sapuan, pemerintah tak perlu intervensi ketika harga sudah di atas HPP. ”Jika pemerintah memaksakan untuk membeli, apalagi dengan bantuan aparat Tim Serap Gabah, itu artinya akan menguras stok masyarakat yang berakibat harga naik dan nantinya perlu intervensi pasar yang lebih besar,” ujarnya.

Selain mengimpor 500.000 ton, pemerintah melalui Perum Bulog berupaya meningkatkan cadangan beras dengan menyerap produksi dalam negeri. Tahun ini targetnya 2,7 juta ton. Sampai Jumat (20/4/2018), realisasi pengadaan beras dalam negeri mencapai 473.243 ton.

Sumber : Kompas